Your Language

RAMALAN JODOH

Klik aja bro.. Trust me..!

Rabu, 17 Agustus 2011

Sudahkah Kita Merdeka ?

Sering timbul pertanyaan, “Sudahkah kita merdeka?” Jika saya diminta menjawab pertanyaan di atas, maka saya mempunyai dua jawaban, yaitu “ya, sudah merdeka” tapi juga jawaban lain “belum merdeka sepenuhnya”. Tergantung dari mana pemahaman kita tentang kata “merdeka” itu sendiri. Jika kemerdekaan yang dimaksud dikaitkan dengan kemerdekaan dari dosa dan maut, kita meyakini bahwa Kristus telah memerdekakan kita dari dosa (Galatia 5:1 “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan” ). Tapi jika kemerdekaan yang dimaksud dikaitkan dengan kemerdekaan yang mencakup seluruh segi kehidupan manusia, maka secara hakiki kita belum merdeka sepenuhnya. Coba kita lihat bagaimana banyaknya anak bangsa yang terbelenggu oleh kelaliman dan kekerasan, terjajah oleh dosa amoral, diperbudak oleh narkoba, dan didera oleh kemiskinan dan pengangguran. Belum lagi keadilan dan kebenaran yang dijungkirbalikkan, sehingga penjajahan supremasi hukum ada di mana-mana. Dalam kondisi seperti inilah kemerdekaan Republik Indonesia harus dipertahankan dan diisi oleh umat Tuhan.


MAKNA KEMERDEKAAN
Apa makna kemerdekaan sebenarnya? Pertanyaan ini sulit dijawab namun bisa kita renungkan setidaknya dari terjemahan, tafsiran dan analogi kata merdeka itu sendiri. Kata merdeka merupakan serapan dari bahasa Sansekerta mahardhika, dalam bahasa Arab kita kenal daulat dan dalam bahasa Inggris adalah independent. Dalam bahasa Arab kata daulah mula-mula berarti beredar/berkelilingnya para raja di antara rakyatnya ditempat tertentu. Kemudian mengalami pergeseran makna, sehingga dikatakan daulatu fulan (daulahnya si polan), yang berarti sebuah masa atau tempat yang menunjukkan adanya tanda-tanda kekuasaan.
Dalam bahasa Inggris menurut database kamus Wordnet, independent memiliki arti:
1. free from external control and constraint; “an independent mind”; “a series of independent judgments”; “fiercely independent individualism”; “an independent republic” [ant: {dependent}]
2. not dependent on or conditioned by or relative to anything else
3. of political bodies; “an autonomous judiciary”; “a sovereign state” [syn: {autonomous}, {self-governing}, {sovereign}]
4. not contingent
5. (grammar) of a clause; able to stand alone syntactically as a complete sentence; “the main (or independent) clause in a complex sentence has at least a subject and a verb” [syn: {main(a)}] [ant: {dependent}]
6. not controlled by a party or interest group

Sifat merdeka dari kamus di atas merujuk kepada seseorang individu atau sekelompok individu. Kemerdekaan Indonesia enampuluh enam tahun yang lalu adalah deklarasi sekelompok bangsa. Dari catatan sejarah bisa kita renungkan bahwa kemerdekaan bangsa ini melalui proses panjang dari perpecahan setelah jaman Majapahit, kolonialisme Belanda, Kebangkitan Nasional dan Sumpah Pemuda sebagai deklarasi bangsa dan Proklamasi sebagai deklarasi kedaulatan bangsa.
Sebagai bagian dari suatu bangsa kita yakin dan bangga dengan kedaulatan bangsa Indonesia ini. Sebagai individu sudahkah kita merdeka? Seperti apa kedaulatan individu kita masing-masing dalam naungan kedaulatan bangsa Indonesia ini? Selain independensi, individu ataupun bangsa tidak akan hidup tanpa dependensi. Kita tetap butuh orang lain, kita tetap butuh membantu dan dibantu orang lain. Independensi tetap harus beriringan dengan dependensi.

Jelas di tengah-tengah kehidupan manusia yang masih “terjajah” umat pilihan Tuhan dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia. Kita memang dipanggil dari kegelapan dunia, tetapi kita yang sudah diterangi oleh TERANG AJAIB, kita dipanggil untuk masuk kembali ke dunia yang gelap dengan membawa Terang itu, agar dunia yang gelap dapat merasakan Terang itu dan mengalami perubahan karena Terang itu (bnd. 1 Petrus 2:9 “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” , Matius 5:14-16 “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga" ).


KEMERDEKAAN DI DALAM KRISTUS
Dalam Galatia 5:1 dituliskan “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan”. Kemerdekaan yang terjadi dalam kehidupan kita merupakan anugerah Tuhan Yesus yang terbesar, sehingga hidup kita tidak lagi berada dalam penjajahan dosa lagi. Kemerdekaan bagi orang-orang percaya memiliki arti yang sangat luar biasa, karena kemerdekaan ini berarti kemenangan atas maut dan terbebasnya manusia dari belenggu dosa. Kemerdekaan ini merupakan karya Tuhan Yesus melalui kematian-Nya dan kebangkitan-Nya. Kemerdekaan ini diberikan secara cuma-cuma kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Kemerdekaan yang kita peroleh sangat mahal harganya. Ia seharga darah yang tertumpah dari Yesus Kristus.
Untuk dapat memahami arti kemerdekaan di dalam Kristus (Galatia 5:1) kita perlu memahami konteks ayat yang terdapat dalam surat Galatia. Surat Paulus kepada Jemaat di Galatia adalah salah satu kitab dalam Alkitab. Orang-orang Galatia adalah sebuah suku bangsa Keltik yang masa itu tinggal di Asia Kecil.

Setelah Injil tentang Yesus mulai diberitakan dan diterima di antara orang-orang bukan Yahudi, timbullah pertanyaan apakah untuk menjadi seorang Kristen yang sejati orang harus mentaati hukum agama Yahudi. Paulus mengemukakan bahwa hal itu tidak perlu; bahwa sesungguhnya satu-satunya dasar yang baik untuk kehidupan Kristen adalah percaya kepada Kristus. Dengan kepercayaan itu hubungan manusia dengan Tuhan menjadi baik kembali. Tetapi orang-orang yang menentang Paulus telah datang ke jemaat-jemaat di Galatia, yaitu sebuah daerah di Anatolia Pusat di Asia Kecil. Mereka berpendapat bahwa untuk berbaik kembali dengan Tuhan, orang harus melaksanakan hukum agama Yahudi. Surat ini ditulis untuk menolong orang-orang yang telah disesatkan oleh ajaran-ajaran salah itu, supaya mereka kembali taat kepada ajaran yang benar.
Dalam suratnya itu rasul Paulus mengutarakan dasar teologis Injil yang diberitakannya. “Pembenaran” diperoleh bukan karena “melakukan hukum Taurat”, melainkan hanya melalui “iman kepada Kristus”. Melalui dia mengungkapkan dasar-dasar dan argumentasi-argumentasi teologisnya, di mana dia berusaha membuktikan, bahwa orang-orang kafir yang beriman kepada Kristus termasuk di dalam umat Allah. Dia ingin menunjukkan, bahwa bukanlah hukum Taurat yang mengkonstitusikan umat Allah, melainkan hanya melalui Kristus yang menggenapi perjanjian Abraham (3:1-29). Barangsiapa beriman kepada Kristus, anak Abraham yang sejati, maka dia dibenarkan oleh iman, dan dengan demikian menjadi termasuk dalam keturunan Abraham (3:29).
Surat Galatia merupakan manifesto kemerdekaan Kristen. Bagi Paulus kemerdekaan didasarkan dalam hubungannya pada Kristus dan pembebasan dari perhambaan hukum Taurat. Hal ini terbukti dan menjadi nyata di dalam kasih yang melayani (5:13). Secara konkret kemerdekaan memanifestasikan diri, di mana orang-orang tidak lagi dipisahkan-pisahkan melalui perbedaan kelamin, ras, bangsa, sosial, melainkan mereka dipersatukan di dalam kasih melalui Kristus (3:28).


KEMERDEKAAN HARUS DIPERTAHANKAN
“Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” (Galatia 5:13). Pada saat itu di Galatia muncul aliran yang bernama Libertinisme, suatu paham yang mengajarkan bahwa kemerdekaan di dalam Kristus meberikan kebebasan sepenuhnya kepada manusia, termasuk bebas dalam menuruti keinginan daging (dosa). Pandangan ini mengguncangkan iman dan kerohanian Jemaat Tuhan, yang diajarkan untuk hidup dalam kekudusan. Pandangan Libertinisme ditentang keras oleh rasul Paulus; kemerdekaan melalui pengorbanan Kristus harus dipertahankan, dengan cara bagaimana? Pertama, jangan mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa. Kedua, kemerdekaan yang dialami harus diisi dengan melayani seorang akan yang lain oleh kasih.
Kita mengalami kemerdekaan karena karya Kristus (Yohanes 8:34-36 - Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka" ). Dan kemerdekaan yang diberikan Kristus harus terwujud nyata dalam kehidupan kita setiap hari. Kemerdekaan kita akan terwujud dalam kehidupan kita jika kita menyadari perubahan yang telah Allah kerjakan dalam diri kita dan mulai bertindak sesuai dengan posisi dan sifat dasar kita yang baru. Kita perlu bertobat dari semua dosa serta keterlibatan kita dengan kuasa gelap dan menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Tuhan.

Akan tetapi, banyak orang Kristen yang masih belum berjalan dalam kemerdekaan di dalam Kristus. Walaupun mereka sudah percaya kepada Yesus dan secara umum telah mengakui dosa, namun kenyataannya kehidupan mereka masih kurang bahagia karena masih ada dosa dan keterlibatan dengan kuasa gelap yang mempengaruhi kehidupan dan menghalangi pertumbuhan rohani mereka. Sebab itu dibutuhkan pertobatan yang sungguh-sungguh dan pembaharuan terus-menerus sehingga dosa dan kejahatan tidak lagi menjajah kehidupan kita. Dengan demikian kemerdekaan yang kita terima dapat dipertahankan dengan sepenuhnya.
Fromm pernah mengatakan "Sungguh merebut kemerdekaan itu tidak mudah, namun melaksanakan kemerdekaan jauh lebih sulit". Pernyataan Fromm tersebut ada benarnya bila kita memperhatikan orang-orang yang senang akan kemerdekaan tetapi yang juga suka melakukan tindakan tidak bertanggung jawab. Kemerdekaan suatu bangsa, bukan berarti memberikan kebebasan kepada bangsa tersebut untuk berbuat sekehendak hati. Tidak sedikit di antara bangsa yang baru merdeka, terdapat orang-orang yang berbuat sesuka hati karena merasa diri merdeka, boleh berbuat semaunya! Kemerdekaan yang tidak bertanggung jawab bukanlah kemerdekaan melainkan kebuasan! Kemerdekaan yang digunakan untuk melampiaskan hawa nafsu bukanlah kemerdekaan melainkan perbudakan baru dengan "tuan" yang lain. Kalau dahulu sebelum merdeka "tuan" kita adalah bangsa lain, maka sekarang setelah merdeka tuan kita adalah "kepentingan diri sendiri". Kemerdekaan yang sejati haruslah digunakan untuk melaksanakan kebenaran, melakukan yang benar dengan benar. Oleh karena itu tidaklah cukup apabila kita hanya merdeka dari penjajah, kita harus pula merdeka di dalam kebenaran. Dan kebenaran hanya ada dalam Yesus Kristus, bahkan Dia sendiri adalah kebenaran! Rasul Paulus menegaskan bahwa: "Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. Kamu telah merdeka dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:17-18).


PENUTUP
Kita patut bersyukur atas kemerdekaan yang Tuhan Yesus berikan, sehingga kita tidak lagi dikuasai oleh dosa dan roh agamawi, namun kita dibentuk makin sempurna serupa dengan Dia. Sebagai insan yang mengalami kemerdekaan secara rohani, maka Tuhan menginginkan kita mempertahankan kemerdekaan itu, bahkan diisi dengan melayani sesama dengan penuh kasih. Tuhan panggil kita untuk menjadi agen transformasi, membawa dampak bagi masyarakat di sekitar kita yang masih banyak yang terjajah dan terbelenggu oleh dosa dan problema hidup. Mari kita doakan, agar bangsa Indonesia yang menghirup udara kemerdekaan selama enam puluh enam tahun ini mengalami kemerdekaan sejati dan sepenuhnya. Soli Deo Gloria…

Penulis: Pdt.Drs.Yahya Mulyono, MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar